Free Domain Name

Rabu, 16 Februari 2011

Memohon Nafkah

Fadlan datang kepada seorang kyai di kampungnya. Ia merasa bingung. Sudah banyak cara telah ia tempuh, namun rezeki masih tetap sulit ia cari.
Kata orang, rezeki itu bisa datang sendiri, apalagi kalau sudah menikah. Buktinya, sudah 3 tahun ia menikah dan dikarunia dua orang anak, ia masih tetap hidup luntang-lantung tak menentu.
Benar, keluarganya tidak pernah kelaparan sebab tidak ada makanan. Namun kalau terus-terusan hidup kepepet dan tidak punya pekerjaan, rasanya tidak ada kebanggaan diri. Ia pun datang kepada Kyai Ahmad untuk minta sumbang saran. Kalau boleh sekaligus minta do’a dan pekerjaan darinya. Terus terang, ia sendiri kagum dengan sosok Kyai Ahmad yang amat bersahaja. Tidak banyak yang ia kerjakan, namun dengan anak 9 orang, sepertinya mustahil bila ia tidak pusing memikirkan nafkah keluarga. Tapi nyatanya, sampai sekarang Kyai Ahmad tetap sumringah di mata Fadlan. Tidak pernah ia lihat Kyai Ahmad bermuka muram seperti dirinya. Makanya hari itu, Fadlan datang untuk meminta nasehat kyai tersebut.
“Hidup ini adalah adegan. Kita hanya wayang, sementara dalangnya adalah Gusti Allah! Jadi, manusia itu hidup karena disuruh ‘manggung’ oleh Dalangnya!” Kyai Ahmad membuka penjelasan dengan sebuah ilustrasi ringan.
“Gak mungkin… kalau wayang itu manggung sendiri. Pasti, ia dimainkan oleh Dalang. Sementara selama di panggung, pasti Dalang akan memperhatikan nasib wayang itu! Begitu juga manusia… gak mungkin dia hidup di dunia, tanpa diperhatikan segala kebutuhannya oleh Gusti Allah! Sudah paham belum kamu, Fadhlan?!” Kyai Ahmad mengakhiri penjelasannya dengan sebuah pertanyaan.
“Tapi pak kyai…, kalau Gusti Allah benar menjamin hidup hamba-Nya… kenapa hidup saya seperti sia-sia begini ya… nyari nafkah saja kok susah!” Fadlan menyampaikan keluhnya.
“Oh… itu karena kamu belum datang kepada Gusti Allah. Kalau kamu datang kepada Gusti Allah, hidupmu gak bakal sia-sia!” Kyai Ahmad menambahkan. Fadhlan belum mengerti betul apa maksud sebenarnya dari kata ‘datang kepada Allah’, ia pun menanyakan gambaran kongkrit tentang hal itu kepada Kyai Ahmad. Dengan santai Kyai Ahmad menjelaskan, “Fadlan…, semua masalah di dunia ini
bakal selesai asal kita datang kepada Allah. Banyak di dunia ini orang yang bermasalah,
punya hutang segunung, rezeki sulit, ditimpa berbagai macam penyakit, kemiskinan, kelaparan dan lain-lain… Itu disebabkan karena mereka tidak datang kepada Allah. Kalau saja mereka datang kepada Allah, maka segala masalah mereka terselesaikan!”
“Apakah hanya sesederhana itu, pak Kyai?” Fadlan bertanya dengan nada penasaran. “Ya, hanya sesederhana itu!” Pak kyai menegaskan.
Pak Kyai bercerita, “Pernah terjadi di Rusia di sebuah negeri yang terkenal atheis, seorang pria pergi ke tukang cukur. Saat rambutnya dicukur, ia terserang kantuk. Kepalanya mulai mengangguk-angguk karena kantuk. Tukang cukur merasa kesal, namun untuk membangunkan pelanggannya, si tukang cukur mulai bicara:
‘Pak, apakah bapak termasuk orang yang percaya tentang adanya Tuhan?’ Pelanggan menjawab, ‘Ya, saya percaya adanya Tuhan!’ Agar pembicaraan tak terhenti, si tukang cukur menimpali,
‘Saya termasuk orang yang tidak percaya kepada Tuhan!’
‘Apa alasanmu?’ pelanggan melempar tanya. ‘Kalau benar di dunia ini ada Tuhan, dan sifat-Nya adalah Maha Pengasih dan Maha Penyayang, menurut saya tidak mungkin di dunia ada orang yang punya banyak masalah, terlilit hutang, terserang penyakit, kelaparan, kemiskinan dan lain-lain. Ini khan bukti sederhana bahwa di dunia ini tidak ada Tuhan!’ tukang cukur berbicara dengan cukup lantang.
Si pelanggan terdiam. Dalam hati, ia berpikir keras mencari jawaban. Namun sayang, sampai cukuran selesai pun ia tetap tidak menemukan jawaban. Maka pembicaraan pun terhenti. Sementara si tukang cukur tersenyum sinis, seolah ia telah memenangkan perdebatan. Akhirnya, saat cukuran itu selesai, si pelanggan bangkit dari kursi dan ia berikan ongkos yang cukup atas jasa cukuran. Tak lupa, ia berterima kasih dan pamit untuk meninggalkan tempat. Namun dalam langkahnya, ia masih tetap mencari jawaban atas perdebatan kecil yang baru ia jalani.
Saat berdiri di depan pintu barber shop, ia tarik tungkai pintu kemudian hendak melangkahkan kakinya keluar…. saat itu Allah Swt mengirimkan jawaban padanya. Matanya tertumbuk pada seorang pria gila yang berparas awut-awutan. Rambut panjang tak terurus, janggut lebat berantakan.
Demi melihat hal sedemikian, pintu barber shop yang tadi telah ia buka maka ditutup kembali. Ia pun datang lagi kepada tukang cukur dan berkata, ‘Pak, menurut saya yang tidak ada di dunia ini adalah TUKANG CUKUR!’ Merasa aneh dengan pernyataan itu, tukang cukur balik bertanya, ‘Bagaimana bisa Anda berkata demikian. Padahal baru saja rambut Anda saya pangkas!’
‘Begini pak, di jalan saya dapati ada orang yang kurang waras. Rambutnya panjang tak terurus, janggutnya pun lebat berantakan. Kalau benar di dunia ini ada tukang cukur, rasanya tidak mungkin ada pria yang berperawakan seperti itu!’ si pelanggan menyampaikan penjelasannya.
Tukang cukur tersenyum, sejenak kemudian dengan enteng ia berkata, ‘Pak… bukan Tukang Cukur yang tidak ada di dunia ini. Masalah sebenarnya adalah pria gila yang Anda ceritakan tidak mau hadir dan datang ke sini, ke tempat saya… Andai dia datang, maka rambut dan janggutnya akan saya rapihkan sehingga ia tidak berperawakan sedemikian!’ Tiba-tiba si pelanggan meledakkan suara, ‘Naaaahhhh…. itu dia jawabannya.
Rupanya Anda juga telah menemukan jawaban dari pertanyaan yang Anda lontarkan!’ ‘Apa maksudmu?’ si tukang cukur tidak mengerti dengan pernyataan pelanggannya. ‘Anda khan bilang bahwa di dunia ini banyak manusia yang punya masalah. Kalau saja mereka datang kepada Tuhan, pastilah masalah mereka akan terselesaikan. Persis sama kejadiannya bila pria gila tadi datang kemari dan mencukurkan rambutnya kepada Anda!’”
Kyai Ahmad mengakhiri kisah yang ia sampaikan. Terlihat Fadlan menganggukkan kepala tanda mengerti.
“Jadi…, kamu hanya tinggal memohon saja apa yang kamu inginkan kepada Allah Swt., pasti Allah bakal berikan apa yang kamu pinta!” Kyai Ahmad berkata memberi garansi.
Fadlan sudah mulai yakin, tapi ia masih mengejar dengan satu pertanyaan, “Pak Kyai, saya sudah niat untuk datang dan semakin mengakrabkan diri kepada Allah. Tapi bagaimana caranya ya pak Kyai agar saya bisa memohon nafkah yang cukup kepada Allah?”
Kemudian Pak Kyai membacakan ayat dalam Al Qur’an:
“Katakanlah: “Wahai Tuhan yang mempunyai kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu. Engkau masukkan malam ke
dalam siang dan Engkau masukkan siang ke dalam malam. Engkau keluarkan yang hidup dari yang mati, dan Engkau keluarkan yang mati dari yang hidup, dan Engkau beri rezeki siapa yang Engkau kehendaki tanpa hisab (batas)”. QS. Ali Imran : 26-27
“Bacalah ayat itu sesering mungkin dan perbanyak doa memohon nafkah serta rezeki yang halal dari Allah Swt. Yakinlah bahwa Allah Swt akan senantiasa menjamin penghidupanmu dan keluarga!” Kyai Ahmad mengakhiri pembicaraan dengan memberi pesan.
Usai pembicaraan dengan Kyai Ahmad, Fadlan merasa yakin bila dirinya hendak mencari nafkah, maka cara termudah yang dapat ia kerjakan hanyalah dengan ‘Datang dan Memohon kepada Pemilik Nafkah!’
Fadlan telah meyakini hal ini.
Bagaimana dengan Anda?....

Antara Ayah, Anak dan Burung Gagak

Pada suatu petang seorang tua bersama anak mudanya yang baru menamatkan pendidikan tinggi duduk berbincang-bincang di halaman sambil memperhatikan suasana di sekitar mereka.
Tiba-tiba seekor burung gagak hinggap di ranting pokok berhampiran. Si ayah lalu menuding jari ke arah gagak sambil bertanya,
“Nak, apakah benda itu?”
“Burung gagak”, jawab si anak.
Si ayah mengangguk-angguk, namun sejurus kemudian sekali lagi mengulangi pertanyaan yang sama. Si anak menyangka ayahnya kurang mendengar jawabannya tadi, lalu menjawab dengan sedikit kuat,
“Itu burung gagak, Ayah!”
Tetapi sejurus kemudian si ayah bertanya lagi pertanyaan yang sama.
Si anak merasa agak keliru dan sedikit bingung dengan pertanyaan yang sama diulang-ulang, lalu menjawab dengan lebih kuat,
“BURUNG GAGAK!!” Si ayah terdiam seketika
Namun tidak lama kemudian sekali lagi sang ayah mengajukan pertanyaan yang serupa hingga membuat si anak hilang kesabaran dan menjawab dengan nada yang kesal kepada si ayah,
“Itu gagak, Ayah.” Tetapi agak mengejutkan si anak, karena si ayah sekali lagi membuka mulut hanya untuk bertanya hal yang sama. Dan kali ini si anak benar-benar hilang sabar dan menjadi marah.
“Ayah!!! Saya tak tahu Ayah paham atau tidak. Tapi sudah 5 kali Ayah bertanya soal hal tersebut dan saya sudah juga memberikan jawabannya. Apa lagi yang Ayah mau saya katakan???? Itu burung gagak, burung gagak, Ayah…..”, kata si anak dengan nada yang begitu marah. Si ayah lalu bangun menuju ke dalam rumah meninggalkan si anak yang kebingungan.
Sesaat kemudian si ayah keluar lagi dengan sesuatu di tangannya. Dia mengulurkan benda itu kepada anaknya yang masih geram dan bertanya-tanya. Diperlihatkannya sebuah diary lama. “Coba kau baca apa yang pernah Ayah tulis di dalam diary ini,” pinta si Ayah.
Si anak setuju dan membaca paragraf yang berikut.
“Hari ini aku di halaman melayani anakku yang genap berumur lima tahun. Tiba-tiba seekor gagak hinggap di pohon berhampiran. Anakku terus menunjuk ke arah gagak dan bertanya,
“Ayah, apa itu?”
Dan aku menjawab,
“Burung gagak.”
Walau bagaimana pun, anakku terus bertanya soal yang serupa dan setiap kali aku menjawab dengan jawaban yang sama. Sehingga 25 kali anakku bertanya demikian, dan demi rasa cinta dan sayangku, aku terus menjawab untuk memenuhi perasaan ingin tahunya.
“Aku berharap hal ini menjadi suatu pendidikan yang berharga untuk anakku kelak.”
Setelah selesai membaca paragraf tersebut si anak mengangkat muka memandang wajah si Ayah yang kelihatan sayu. Si Ayah dengan perlahan bersuara,
“Hari ini Ayah baru bertanya kepadamu soal yang sama sebanyak 5 kali, dan kau telah hilang kesabaran serta marah.”
Lalu si anak seketika itu juga menangis dan bersimpuh di kedua kaki ayahnya memohon ampun atas apa yg telah ia perbuat.

PESAN:
Jagalah hati dan perasaan kedua orang tuamu, hormatilah mereka. Sayangilah mereka sebagaimana mereka menyayangimu di waktu kecil. Kita sudah banyak mempelajari tuntunan Islam apalagi berkenaan dengan berbakti kepada kedua orangtua.Tapi berapa banyak yang sudah dimengerti oleh kita apalagi diamalkan??? Ingat! ingat! Banyak ilmu bukanlah kunci masuk syurganya Allah.

SEBARKAN ke teman anda jika menurut anda catatan ini bermanfaat….

Kisah indah Ibnu Hajar dengan Seorang Yahudi

Ibnu Hajar rahimahullah dulu adalah seorang hakim besar Mesir di masanya. Beliau jika pergi ke tempat kerjanya berangkat dengan naik kereta yang ditarik oleh kuda-kuda atau keledai-keledai dalam sebuah arak-arakan.
Pada suatu hari beliau dengan keretanya melewati seorang yahudi Mesir. Si yahudi itu adalah seorang penjual minyak. Sebagaimana kebiasaan tukang minyak, si yahudi itu pakaiannya kotor. Melihat arak-arakan itu, si yahudi itu menghadang dan menghentikannya. Si yahudi itu berkata kepada Ibnu Hajar:
“Sesungguhnya Nabi kalian berkata:
” Dunia itu penjaranya orang yang beriman dan surganya orang kafir. ” (HR. Muslim)
Namun kenapa engkau sebagai seorang beriman menjadi seorang hakim besar di Mesir, dalam arak-arakan yang mewah, dan dalam kenikmatan seperti ini. Sedang aku -yang kafir- dalam penderitaan dan kesengsaran seperti ini.” Maka Ibnu Hajar menjawab: “Aku dengan keadaanku yang penuh dengan kemewahan dan kenimatan dunia ini bila dibandingkan dengan kenikmatan surga adalah seperti sebuah penjara. Sedang penderitaan yang kau alami di dunia ini dibandingkan “dengan yang adzab neraka itu seperti sebuah surga.”
Maka si yahudi itupun kemudian langsung mengucapkan syahadat: “Asyhadu anla ilaha illallah. Wa asyhadu anna Muhammad rasulullah,” tanpa berpikir panjang langsung masuk Islam.
Subhanallah, sangat menakjubkan hadits Rosulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam kisah ini…

Bahan Renungan:
Imam An-Nawawi menjelaskan hadits ini: “Dunia itu penjaranya orang yang beriman dan
surganya orang kafir.”
“Maknanya bahwa setiap mukmin itu dipenjara dan dilarang di dunia ini dari kesenangan-kesenangan dan syahwat-syahwat yang diharamkan dan dibenci. Dia dibebani untuk melakukan ketaatan-ketaatan yang terasa berat. Jika dia meninggal dia akan beristirahat dari hal ini. Dan dia akan berbalik kepada apa yang dijanjikan Allah berupa kenikmatan abadi dan kelapangan yang bersih dari cacat. Sedangkan orang kafir, dia hanya akan mendapatkan dari kesenangan dunia yang dia peroleh, yang jumlahnya sedikit dan bercampur dengan keusahan dan penderitaan. Dan bila dia telah mati, dia akan pergi menuju siksaan yang abadi dan penderitaan yang selama-lamanya.”(Syarah Shohih Muslim No. 5256)
Maka sepantasnya seorang mukmin bersabar atas hukum Allah dan ridha dengan yang ditetapkan dan ditaqdirkan oleh Allah. Semoga kita diberi taufik, kemudahan, dan al-afiat untuk menjalani kehidupan dunia ini. Amiin