Free Domain Name

Kamis, 25 Agustus 2011

Menangisi Karunia


Lelaki itu tertegun syahdu. Bulir-bulir kristal bening perlahan membasahi pipinya. Mata yang basah itu menatap kosong ke arah meja hidangan di depannya. Baru saja semangkuk makanan diantarkan untuknya berbuka puasa. Perlahan, terdengar gumaman parau dari mulutnya, "Aku ingat Mush`ab bin Umair yang syahid di Uhud. Ia jauh lebih baik dariku. Ketika ia syahid, tidak ada kain yang cukup untuk menutupi sekujur jenazahnya. Sekarang, kesenangan dunia sedang dibentangkan untuk kita. Aku khawatir, balasan amal kita dipercepat Allah di dunia, hingga tidak ada lagi bagian kita di akhirat kelak."
Abdurrahman bin Auf nama lelaki itu. Satu dari sepuluh manusia yang beruntung mendapat jaminan surga. Seorang Sahabat Rasulullah yang dikenal dalam sejarah Islam sebagai konglomerat yang dermawan. Kisah di atas terjadi cukup jauh setelah Rasulullah mangkat. Saat di mana daerah Islam semakin meluas, dan kesenangan duniawi mulai membelai lembut wajah kaum muslimin.
Cukup menarik menyaksikan Sahabat ini menangis di depan hidangan berbukanya. Seorang manusia yang telah dijamin masuk surga, namun masih saja merasa lebih hina dari orang lain yang tidak mendapatkan jaminan itu. Seorang yang terbiasa dengan limpahan harta, namun masih saja terisak menyaksikan semangkok hidangan berbuka puasa. Ia merasa khawatir jika makanan di depannya akan membuat jatah kebahagiaan di akhirat akan berkurang.
Telah separoh Ramadhan terlewati, sederhana saja, pernahkan perasaan yang sama kita rasakan di depan hidangan ifthar kita? Pernahkah ada bayangan orang-orang tak beruntung di benak kita ketika regukan air pertama membasahi tenggorokan? Tidak usah jauh-jauh berpikir seperti Abdurrahman yang khawatir kalau nikmat ini akan mengurangi balasan di akhirat, paling tidak, pernahkah rasa syukur tulus membuncah ketika suap demi suap memenuhi perut?
Puasa demikian indah mengajarkan banyak hal. Mulai dari perihnya rasa lapar yang dirasakan kaum papa, hingga perasaan selalu dilihat oleh Sang Pencipta. Sayangnya, semua itu acapkali alpa dihayati ketika makanan telah terhidang di depan kita. Lupa bahwa banyak saudara seiman yang kurang beruntung di tempat lain. Lupa bahwa di kolong-kolong jembatan sana , banyak umat Islam yang hanya berbuka dengan sereguk air sungai, mengais-ngais bekas makanan orang lain untuk melepas lapar seharian. Lupa bahwa di negeri-negeri yang tidak sedamai kita banyak saudara seakidah yang berbuka puasa di bawah desingan peluru, melepas lapar di bawah bayang-bayang kematian.
Jangankan untuk peduli dengan nasib orang lain, hidangan yang menggiurkan kadang malah membuat doa makan terlewatkan. Terkadang yang ada hanya obsesi untuk membalas rasa lapar seharian dengan melahap segala yang ada, naudzubillah. Bila ini yang terjadi, ironis, kita baru mencatat prestasi mampu bertahan lapar dan haus saja. "Betapa banyak manusia yang berpuasa, namun tidak menghasilkan apa-apa selain lapar dan haus belaka (HR. Ahmad)."
Tulisan ini tidak bermaksud untuk melarang berbahagia ketika masa-masa berbuka tiba, karena kita memang berhak untuk gembira ketika itu. Hanya sekedar ajakan untuk menyisakan sedikit waktu merenung dalam kebahagiaan itu. Belajar untuk memahami arti nikmat yang Allah berikan. Belajar memahami kebesaran karunia Allah dalam semangkuk hidangan ifthâr. Bahwa tidak semua orang seberuntung kita. Bahwa di saat mulut ini mengecap nikmat, di tempat lain mungkin banyak mulut yang merintih menahan derita.
Syukur-syukur bila terucap sebait doa untuk mereka-mereka yang kurang beruntung. Lebih syukur lagi bila perenungan itu mampu melahirkan air mata tulus, menangisi karunia Allah, meratapi kelemahan diri mensyukuri segala pemberian-Nya. Sungguh, tidak ada kebahagian di atas kesuksesan meresapi makna pemberian-Nya. Wallâhu a'lam.

Senin, 15 Agustus 2011

Kisah Penanam Duri


Selain kisah-kisah popular yang menggugah nurani dari "Chicken Soup", sampai saat ini saya juga tidak pernah kehilangan kekaguman setiap kali membaca dan menikmati kisah-kisah dari Jalaluddin Rumi. Seorang sufi besar yang karya-karyanya tidak saja mengisi khazanah perbendaharaan kisah klasik di dunia Timur kaum Muslimin. Tetapi, sampai saat ini juga sangat digemari oleh masyarakat Barat yang sudah kehilangan semangat religi dan mengalami kegersangan spiritual.
Jalaluddin Rumi pernah bercerita tentang seorang penduduk Konya yang punya kebiasaan aneh, ia suka menanam duri di tepi jalan. Ia menanami duri itu setiap hari sehingga tanaman berduri itu tumbuh besar. Mula-mula orang tidak merasa terganggu dengan duri itu. Mereka mulai protes ketika duri itu mulai bercabang
dan menyempitkan jalan orang yang melewatinya. Hampir setiap orang pernah tertusuk durinya. Yang menarik, bukan orang lain saja yang terkena tusukan itu, si penanamnya pun berulang kali tertusuk duri dari tanaman yang ia pelihara.
Petugas Kota Konya lalu datang dan meminta agar orang itu menyingkirkan tanaman berduri itu dari jalan. Orang itu enggan untuk menebangnya. Tapi akhirnya setelah perdebatan yang panjang, orang itu berjanji untuk menyingkirkannya keesokan harinya. Ternyata di hari berikutnya, ia menangguhkan pekerjaannya itu. Demikian pula hari berikutnya, janjinya tidak pernah ia tunaikan. Hal itu terus menerus terjadi, sehingga akhirnya, orang itu sudah amat tua dan tanaman berduri itu kini telah menjadi pohon yang amat kokoh. Orang itu menjadi lemah, sakit-sakitan dan tak sanggup lagi untuk mencabut pohon berduri yang ia tanam.

Sebagaimana biasanya, selalu di akhir ceritanya, Rumi berkata, "Kalian, hai hamba-hamba yang malang, adalah penanam-penanam duri. Tanaman berduri itu adalah kebiasaan-kebiasaan buruk kalian, perilaku yang tercela yang selalu kalian pelihara dan sirami. Karena perilaku buruk itu, sudah banyak orang yang menjadi korban dan korban yang paling menderita adalah kalian sendiri. Karena itu, jangan tangguhkan untuk memotong duri-duri itu. ambillah sekarang kapak ‘Haydar' dan tebanglah duri-duri itu supaya orang bisa melanjutkan perjalanannya tanpa terganggu oleh kamu."

Dengan kisah ini sebenarnya Rumi mengajarkan kepada kita bahwa perjalanan tasawuf dimulai oleh pembersihan diri dengan pemangkasan duri-duri yang kita tanam melalui perilaku kita yang tercela. Jika tidak segera dibersihkan, duri itu satu saat akan menjadi terlalu besar untuk kita pangkas dengan memakai senjata apa pun.

Praktik pembersihan diri itu dalam tasawuf disebut sebagai praktek takhliyyah, yang artinya mengosongkan, membersihkan, atau mensucikan diri. Seperti halnya jika kita ingin mengisi sebuah botol dengan air mineral yang bermanfaat, pertama-tama kita harus mengosongkan isi botol itu terlebih dahulu. Sia-sia saja apabila kita memasukkan air bersih ke dalam botol, jika botol itu sendiri masih kotor. Proses pembersihan diri itu disebut takhliyyah. Kita melakukan hal itu melalui tiga cara: al-ju'iatau lapar (upaya untuk membersihkan diri dari ketundukan kepada hawa nafsu), as-sumtu atau diam (upaya untuk membersihkan hati dari penyakit-penyakit yang tumbuh karena kejahatan lidah), danshaum.

Setelah menempuh praktik pembersihan diri itu, para penempuh jalan tasawuf kemudian mengamalkan praktek tahliyyah. Yang termasuk pada golongan ini adalah praktek zikir dan khidmat atau pengabdian kepada sesama manusia.

Mengenai zikir yang dijadikan praktik dalam pembersihan diri, ada sebuah kisah menarik lainnya. Suatu saat, Imam Ghazali ditanya oleh seseorang, "Katanya setan dapat tersingkir oleh zikir kita, tapi mengapa saya selalu berzikir namun setan tak pernah terusir?" Imam Ghazali menjawab, "Setan itu seperti anjing. Kalau kita hardik, anjing itu akan lari menyingkir. Tapi jika di sekitar diri kita masih terdapat makanan anjing, anjing itu tetap akan datang kembali. Bahkan mungkin anjing itu bersiap-siap mengincar diri kita, dan ketika kita lengah, ia menghampiri kita."

Al Ghazali lalu meneruskan, "Begitu pula halnya dengan zikir. Zikir tidak akan bermanfaat jika di dalam hati masih kita sediakan makanan-makanan setan. Ketika sedang memburu makanan, setan tidak akan takut untuk digebrak dengan zikir mana pun. Pada kenyataannya, bukan setan yang menggoda kita tetapi kitalah yang menggoda setan dengan berbagai penyakit hati yang kita derita. Zikir harus dimulai setelah kita membersihkan diri kita dari berbagai penyakit hati dan menutup pintu-pintu masuk setan ke dalam diri kita."

Dalam Islam, seluruh amal ada batas-batasnya. Misalnya amalan puasa, kita hanya diwajibkan untuk menjalankannya pada bulan Ramadan saja. Demikian pula amalan haji, kita dibatasi waktu untuk melakukannya. Menurut Imam Ghazali, hanya ada satu amalan yang tidak dibatasi, yaitu zikir. Al-Quran mengatakan, "Berzikirlah kamu kepada Allah dengan zikir yang sebanyak-banyaknya." (QS. Al-Ahzab [33]: 41).

Dalam amalan-amalan lain selain zikir yang diutamakan adalah kualitasnya, bukan kuantitasnya. Yang penting adalah baik tidaknya amal bukan banyak tidaknya amal itu. Kata sifat untuk amal adalah ‘amalan shaliha bukan ‘amalan katsira. Tapi khusus untuk zikir, Al-Quran memakai kata sifat dzikran katsirabukan dzikran shaliha. Betapa pun jelek kualitas zikir kita, kita dianjurkan untuk berzikir sebanyak-banyaknya. Karena zikir harus kita lakukan sebanyak-banyaknya, maka tidak ada batasan waktu untuk berzikir.

Anda ingin hidup bahagia? Anda ingin setan terusir dalam kehidupan? Tebanglah tanaman berduri yang hingga saat masih kita pelihara dalam diri kita. Selamat mencoba. Wassalam! 

Minggu, 14 Agustus 2011

KISAH PENUH HIKMAH: HADIAH BUAT YANG TERSAYANG

KISAH PENUH HIKMAH: HADIAH BUAT YANG TERSAYANG: "disudut ruangan I.C.U. Rumah sakit umum disebuah kota kecil, Seorang pemuda yang tidak tampan dan tidak jelek tapi culun iya (hehe..) terdu..."

Jumat, 12 Agustus 2011

HADIAH BUAT YANG TERSAYANG


disudut ruangan I.C.U. Rumah sakit umum disebuah kota kecil, Seorang pemuda yang tidak tampan dan tidak jelek tapi culun iya (hehe..) terduduk lesu sambil menunggu. Tiba-tiba dokter specialis bedah keluar. 

"dok.. Ambilin persediaan darah A-B segera. Ini darurat. Pesien mengalami pendarahan hebat" teriak sang dokter pada rekannya.

"maaf dok..!! Persediaan darah untuk A-B sudah habis. Saya akan coba carikan di P.M.I terdekat" sahut rekannya itu dibalik ruangan lain.

"cepetan. Tidak ada waktu lagi. Saya membutuhkannya sekarang juga" jawab dokter specialis itu yang sangat tegang.

Mendengar percakapan dokter itu, Dengan segera pemuda yang duduk disudut ruangan itu menghampiri dokter bedah yang sedang melakukan operasi itu.

"silahkan ambil darah saya dok..!! Golongan darah saya kebetulan A-B" ujar pemuda itu.

"apa kamu yakin. Kita tidak mau gegabah mengambil keputusan. Saya harus melakukan pemeriksaan dulu" jawab doter bedah itu yang sangat hati-hati.

"ambil aja dulu darah saya. Habis itu coba aja langsung diperiksa. Saya yakin darah saya ini A-B" tegas pemuda itu.

Karna sudah tidak ada waktu lagi, dokter itu langsung membawa pemuda itu keruangan khusus untuk mengambil darahnya. Dokter bedah yang berpengalaman itu langsung yakin pemuda itu benar-benar berdarah A-B.

"ambil aja berapa yang bapak perlu..!! Saya iklas" ujar pemuda itu kepada sang dokter.

dokter itu pun mengambil darah pemuda itu sesuai dengan keadaan tubuh pemuda itu. Kemudian dokter itu langsung menuju keruangan operasi dan memberikan kepada pasien korban tabrak lari itu.

Waktu demi waktu berlalu. Dokter itu tampaknya masih membutuhkan donor darah lagi. Kembali pemuda itu menawarkan darahnya. Namun dokter itu menolak karna darah pemuda itu sudah banyak terkuras tadi. Namun bantuan darah belum datang juga. Kali ini pemuda itu dengan tegas setengah memaksa, menyuruh dokter itu untuk mengambil darahnya lagi. Dengan sangat terpaksa dokter itu mengambil darah pemuda itu. Kali ini darah yang diambil begitu menguras tenaga pemuda. Kepalanya menjadi berkunang-kunang. Kondisi tubuhnya mulah melemah. Tapi pasien korban tabrak lari itu masih memerlukan bantuan darah lagi. Itu pun diketahui lagi oleh pemuda itu. Dengan mencari akal. Pemuda itu menemui doker lain dengan berlagak layaknya sedang dalam keadaan segar bugar. Padahal kondisinya saat ini begitu parah akibat darah yang ada didalam tubuhnya sudah tinggal sedikit. Langsung aja dokter yang ditemuinya itu mengambil darahnya lagi. Dokter itu tidak tau kalo pemuda itu sudah sangat banyak mendonorkan darahnya. apalagi dokter itu belum banyak pengalamannya dan dia dokter baru dirumah sakit itu. 

Setelah darahnya diambil, pemuda itu menyuruh dokter itu cepat-cepat pergi memberikan darah itu supaya nyawa pasien tabrak lari itu bisa diselamatkan. 

Kali ini pemuda itu sudah tidak mampu berdiri lari. kondisi tubuhnya sudah sangat melemah. 

Singkat cerita. Akhirnya korban tabrak lari itu bisa diselamatkan. Korban tabrak lari itu akhirnya sadar setelah 2 hari berikutnya. dan lama kelamaan kondisinya semakin membaik. Setelah kondisinya membaik, dokter yang waktu itu melakukan operasinya mengatakan pada pasien itu yang berjenis kelamin perempuan itu.
"nona sungguh sangat beruntung. Seseorang telah mendonorkan darahnya untuk nona dimana saat itu kami sedang kesulitan mencari golongan darah yang sesuai dengan golongan darah nona. Berterima kasihlah nona kepada tuhan karna berkat dialah nona bisa diselamatkan melalui pertolongan seseorang yang amat sangat menyayangimu." ujar sang dokter kepada pasien wanita itu.

"boleh saya tau siapa orang yang telah membantu menyumbangkan darah kepada saya pak..?" tanya wanita itu penasaran.

"nona tidak akan bisa menemuinya. Dia menitipkan surat kesaya untuk diberikan kepada nona" jawab dokter itu sambil memberikan sepucuk amplop surat dari pemuda yang waktu itu.

Surat itu pun dibuka oleh wanita itu dan dia membacanya dengan teliti. Isi surat itu adalah sebagai berikut:

["untuk yang tersayang. 

Maaf saat ini aku sudah tidak bisa menemuimu lagi. saya harap kamu bisa selamat dengan apa yang aku berikan ini dan semoga kamu cepat sembuh. Hanya itu yang aku bisa lakukan waktu itu. Aku tidak tau apakah dengan ini kamu bisa selamat. Mudah-mudahan saja usaha yang saya lakukan ini tidak sia-sia. Saya akan sangat senang bila kamu selamat. Karna cuma hanya itu yang aku harapkan darimu. Aku sangat mencintaimu. Cintaku hanya satu untukmu. Walau pun kamu tidak sadari akan besarnya cintaku. Jaga dirimu baik-baik. Jangan sampai kejadian itu terulang lagi. Aku akan selalu ada disetiap aliran darahmu. 

Maafkan saya yang sangat mencintaimu.

Udah dulu ya. I LOVE U"] 

Tertanda: anu..mmm..anu (nama dirahasiakan oleh don doank)

Setelah membaca surat itu, wanita itu menangis berlinangan air mata. Dia begitu sedih. Karena pemuda itu adalah orang yang pernah menyatakan cintanya dan ditolak mentah-mentah oleh wanita itu. Wanita itu selalu besikap sombong pada pria itu bahkan wanita itu pernah menghina-hina pemuda itu. Sekarang dia sangat begitu menyesal. wanita itu sekarang tau arti cinta yang sesunggungnya. Lalu wanita itu bertanya pada sang dokter.

"dimana sekarang orang yang menolongku itu pak..?" tanya wanita itu sambil menangis.

Dengat berat hati dokter itu menjawab
"dia sudah meninggal dinia karna terlalu banyak kehabisan darah. Saya sudah memperingatinya jika darahnya diambil lagi akibatnya bisa fatal. Tapi pemuda itu malah kucing-kucingan mencari dokter lain untuk memberikan darahnya dengan berlagak segar bugar. Padahal waktu itu kondisinya pasti melemah setelah darahnya diambil"

Mendengar jawaban dokter itu, wanita itu langsung menangis menjerit keras. Dia terlambat membalas cinta pemuda itu yang kini sudah berada dialam sana

Rabu, 10 Agustus 2011

Perlu Diketahui Sebenarnya IBU itu adalah seorang PEMBOHONG


Sukar untuk orang lain percaya,tapi itulah yang terjadi, ibu saya memang seorang pembohong!! Sepanjang ingatan saya sekurang-kurangnya 8 kali ibu membohongi saya. Saya perlu catatkan segala pembohongan itu untuk dijadikan renungan anda sekalian.
Cerita ini bermula ketika saya masih kecil. Saya lahir sebagai seorang anak lelaki dalam sebuah keluarga sederhana. Makan minum serba kekurangan. Kami sering kelaparan.
Adakalanya, selama beberapa hari kami terpaksa makan ikan asin satu keluarga. Sebagai anak yang masih kecil, saya sering merengut. Saya menangis, ingin nasi dan lauk yang banyak. Tapi ibu pintar berbohong. Ketika makan, ibu sering membagikan nasinya untuk saya.
Sambil memindahkan nasi ke mangkuk saya,
ibu berkata : “”Makanlah nak ibu tak lapar.”

PEMBOHONGAN IBU YANG PERTAMA.
Ketika saya mulai besar, ibu yang gigih sering meluangkan watu senggangnya untuk pergi memancing di sungai sebelah rumah. Ibu berharap dari ikan hasil pancingan itu dapat memberikan sedikit makanan untuk membesarkan kami. Pulang dari memancing, ibu memasak ikan segar yang mengundang selera. Sewaktu saya memakan ikan itu, ibu duduk disamping kami dan memakan sisa daging ikan yang masih menempel di tulang bekas sisa ikan yang saya makan tadi. Saya sedih melihat ibu seperti itu. Hati saya tersentuh lalu memberikan ikan yg belum saya makan kepada ibu. Tetapi ibu dengan cepat menolaknya.
Ibu berkata : “Makanlah nak, ibu tak suka makan ikan.”

PEMBOHONGAN IBU YANG KEDUA.
Di awal remaja, saya masuk sekolah menengah. Ibu biasa membuat kue untuk dijual sebagai tambahan uang saku saya dan abang. Suatu saat, pada dinihari lebih kurang pukul 1.30 pagi saya terjaga dari tidur. Saya melihat ibu membuat kue dengan ditemani lilin di hadapannya. Beberapa kali saya melihat kepala ibu terangguk karena ngantuk. Saya berkata : “Ibu, tidurlah, esok pagi ibu kan pergi ke kebun pula.”
Ibu tersenyum dan berkata : “Cepatlah tidur nak, ibu belum ngantuk.”

PEMBOHONGAN IBU YANG KETIGA.
Di akhir masa ujian sekolah saya, ibu tidak pergi berjualan kue seperti biasa supaya dapat menemani saya pergi ke sekolah untuk turut menyemangati. Ketika hari sudah siang, terik panas matahari mulai menyinari, ibu terus sabar menunggu saya di luar. Ibu seringkali saja tersenyum dan mulutnya komat-kamit berdoa kepada Illahi agar saya lulus ujian dengan cemerlang. Ketika lonceng berbunyi menandakan ujian sudah selesai, ibu dengan segera menyambut saya dan menuangkan kopi yang sudah disiapkan dalam botol yang dibawanya. Kopi yang kental itu tidak dapat dibandingkan dengan kasih sayang ibu yang jauh lebih kental. Melihat tubuh ibu yang dibasahi peluh, saya segera memberikan cawan saya itu kepada ibu dan menyuruhnya minum.
Tapi ibu cepat-cepat menolaknya dan berkata : “Minumlah nak, ibu tak haus!!”

PEMBOHONGAN IBU YANG KEEMPAT.
Setelah ayah meninggal karena sakit, selepas saya baru beberapa bulan dilahirkan, ibulah yang mengambil tugas sebagai ayah kepada kami sekeluarga. Ibu bekerja memetik cengkeh di kebun, membuat sapu lidi dan menjual kue-kue agar kami tidak kelaparan. Tapi apalah daya seorang ibu. Kehidupan keluarga kami semakin susah dan susah. Melihat keadaan keluarga yang semakin parah, seorang tetangga yang baik hati dan tinggal bersebelahan dengan kami, datang untuk membantu ibu. Anehnya, ibu menolak bantuan itu. Para tetangga sering kali menasihati ibu supaya menikah lagi agar ada seorang lelaki yang menjaga dan mencarikan nafkah untuk kami sekeluarga. Tetapi ibu yang keras hatinya tidak mengindahkan nasihat mereka.
Ibu berkata : “Saya tidak perlu cinta dan saya tidak perlu laki-laki.”

PEMBOHONGAN IBU YANG KELIMA.
Setelah kakak-kakak saya tamat sekolah dan mulai bekerja, ibu pun sudah tua. Kakak-kakak saya menyuruh ibu supaya istirahat saja di rumah. Tidak lagi bersusah payah untuk mencari uang. Tetapi ibu tidak mau. Ibu rela pergi ke pasar setiap pagi menjual sedikit sayur untuk memenuhi keperluan hidupnya. Kakak dan abang yang bekerja jauh di kota besar sering mengirimkan uang untuk membantu memenuhi keperluan ibu, pun begitu ibu tetap berkeras tidak mau menerima uang tersebut.
Malah ibu mengirim balik uang itu,
dan ibu berkata : “Jangan susah-susah, ibu ada uang.”

PEMBOHONGAN IBU YANG KEENAM.
Setelah lulus kuliah, saya melanjutkan lagi untuk mengejar gelar sarjana di luar Negeri. Kebutuhan saya di sana dibiayai sepenuhnya oleh sebuah perusahaan besar. Gelar sarjana itu saya sudahi dengan cemerlang, kemudian saya pun bekerja dengan perusahaan yang telah membiayai sekolah saya di luar negeri. Dengan gaji yang agak lumayan, saya berniat membawa ibu untuk menikmati penghujung hidupnya bersama saya di luar negara. Menurut hemat saya, ibu sudah puas bersusah payah untuk kami. Hampir seluruh hidupnya habis dengan penderitaan, pantaslah kalau hari-hari tuanya ibu habiskan dengan keceriaan dan keindahan pula. Tetapi ibu yang baik hati, menolak ajakan saya.
Ibu tidak mau menyusahkan anaknya ini dengan berkata ; “Tak usahlah nak, ibu tak bisa tinggal di negara orang.”

PEMBOHONGAN IBU YANG KETUJUH.
Beberapa tahun berlalu, ibu semakin tua. Suatu malam saya menerima berita ibu diserang penyakit kanker di leher, yang akarnya telah menjalar kemana-mana. Ibu mesti dioperasi secepat mungkin. Saya yang ketika itu berada jauh diseberang samudera segera pulang untuk menjenguk ibunda tercinta. Saya melihat ibu terbaring lemah di rumah sakit, setelah menjalani pembedahan. Ibu yang kelihatan sangat tua, menatap wajah saya dengan penuh kerinduan. Ibu menghadiahkan saya sebuah senyuman biarpun agak kaku karena terpaksa menahan sakit yang menjalari setiap inci tubuhnya. Saya dapat melihat dengan jelas betapa kejamnya penyakit itu telah menggerogoti tubuh ibu, sehingga ibu menjadi terlalu lemah dan kurus. Saya menatap wajah ibu sambil berlinangan air mata. Saya cium tangan ibu kemudian saya kecup pula pipi dan dahinya. Di saat itu hati saya terlalu pedih, sakit sekali melihat ibu dalam keadaan seperti ini.
Tetapi ibu tetap tersenyum dan berkata : “Jangan menangis nak, ibu tak sakit.”

PEMBOHONGAN IBU YANG KEDELAPAN.
Setelah mengucapkan pembohongan yang kedelapan itu, ibunda tercinta menutup matanya untuk terakhir kali. Anda beruntung karena masih mempunyai ibu dan ayah. Anda boleh memeluk dan menciumnya. Kalau ibu anda jauh dari mata, anda boleh menelponnya sekarang, dan berkata, ‘Ibu,saya sayang ibu.’ Tapi tidak saya, hingga kini saya diburu rasa bersalah yang amat sangat karena biarpun saya mengasihi ibu lebih dari segala-galanya, tapi tidak pernah sekalipun saya membisikkan kata-kata itu ke telinga ibu, sampailah saat ibu menghembuskan nafasnya yang terakhir.
Ibu, maafkan saya. Saya sayang ibu…..

PESAN Sayangilah Ibu & Ayahmu selagi mereka masih hidup dan selagi kamu masih diberi umur oleh-Nya